WELLCOME

selamat datang di blog rekam medis ugm angkatan 2009.

Cari Blog Ini

Rabu, 16 Desember 2009

Perkembangan Rumah Sakit di Indonesia

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit.

Terminologi

Selama Abad pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan).

Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien.

Rumah sakit menurut WHO Expert Committee On Organization Of Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research

Tugas dan Fungsi

Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :

Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan,
Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
Melaksanakan pelayanan medis khusus,
Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi),
Melaksanakan pelayanan rawat inap,
Melaksanakan pelayanan administratif,
Melaksanakan pendidikan para medis,
Membantu pendidikan tenaga medis umum,
Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadii sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan medik.

Jenis-jenis rumah sakit

Rumah sakit yang dijalankan organisasi National Health Service di Inggris. Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.

Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan penyelenggaranya.

Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.

Rumah Sakit Terspesialisasi

Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain.

Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset medis tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba.

Rumah Sakit Penelitian/Pendidikan

Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.

Rumah Sakit Lembaga/Perusahaan

Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.

Klinik

Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.

Sejarah

Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani.

Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan.

Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia.
Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut mempengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.

Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.

Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staff pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada awal abad 10.

Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.

Rumah Sakit Dan Perkembangannya di Indonesia

Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.
Komite Etik Rumah Sakit

Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit. Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS, pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah meningkatkan pengetahuan anggota komite. Etika kedokteran dewasa ini berkembang sangat pesat. Di Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang pakar dalam bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai istilah/konsep etika, proses analisa dan pengambilan keputusan dalam etika. Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin jelaslah bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan keputusan yang baik. Pendidikan etika tidak tebatas pada pimpinan dan staf rumah sakit saja. Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan permasalahan etika akan menambah kepercayaan masyarakat dan membuka wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan masyarakat pada umumnya. Selama ini dalam struktur rumah sakit di Indonesia dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan struktur dibawah komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan tim atau komite yang dapat menangani masalah etika rumah sakit dan tanggung jawab langsung kepada direksi. Komite memberikan saran di bidang etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang membutuhkan. Keberadaan komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan keanggotaan komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit. Proses pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang etika kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah anggota disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi disiplin meliputi dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum.


Lise Fani Zahra (03319)

Rekam Medis Elektronik

Rekam Kesehatan Elektronik

A.Dari Rekam Kesehatan Kertas ke Rekam Kesehatan Elektronik
Fungsi utama rekam kesehatan adalah untuk menyimpan data dan informasi pelayanan pasien. Sayangnya, fungsi ini terbatas bagi rekam kesehatan format kertas yang memiliki banyak kelemahan. Masalah mutu, standardisasi, batas waktu perolehan ataupun kecepatan penyelesaian pekerjaan merupakan isu yang selalu diutarakan.
Sebagai bandingan, data rekam kesehatan elektronik dalam waktu yang sama dapat dibaca oleh rata - rata 150 pengguna dari tempat yang berlainan. Sementara berkas rekam kesehatan format kertas hanya dapat dibaca oleh satu orang pada waktu dan tempat yang sama. Selain itu rekam kesehatan kertas juga rawan sobek, rentan air, minyak dan mudah terbakar serta mudah lusuh akibat seringnya penggunaan di pelayanan kesehatan maupun sering salah meletakkan atau hilang. Selain itu tidak dibenarkan dan bahkan menjadi sangat mahal bila setiap rekaman dengan format kertas dibuatkan copy sebagai cadangan.
Berbagai kelemahan - kelemahan rekam kesehatan kertas tersebut yang membuat pihak rumah sakit mulai beralih menggunakan rekam kesehatan elektronik yang lebih menguntungkan. Hal ini juga didukung oleh kemajuan teknologi.

B.Pengertian Rekam Kesehatan Elektronik
Rekam kesehatan elektronik adalah kegiatan komputerisasi isi rekam kesehatan dan proses elektronisasi yang berhubungan dengannya. Elektronisasi ini menghasilkan sistem yang secara khusus dirancang untuk mendukung pengguna dengan berbagai kemudahan fasilitas bagi kelengkapan dan keakuratan data, memberi tanda waspada, sebagai peringatan, tanda sistem pendukung keputusan klinik dan menghubungkan data dengan pengetahuan medis serta alat bantu lainnya.
Seperti yang tertuang dalam permenkes 269 tahun 2008 pada pasal 2 yaitu :
• Rekam medis harus dibuat secara lengkap tertulis dan jelas atau secar elektronik
• Penyelengaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan sendiri
Johan harlan menyebutkan bahwa rekam kesehatan elektronik adalah rekam medis seumur hidup (tergantung penyedia layanannya) pasien dalam format elektronik, dan bisa diakses dengan komputer dari suatu jaringan dengan tujuan utama menyediakan atau meningkatkan perawatan serta pelayanan kesehatan yang efisien dan terpadu.
Sedangkan menurut Shortliffe, 2001 Rekam medik elektronik (rekam medik berbasis-komputer) adalah gudang penyimpanan informasi secara elektronik mengenai status kesehatan dan layanan kesehatan yang diperoleh pasien sepanjang hidupnya, tersimpan sedemikian hingga dapat melayani berbagai pengguna rekam medis yang sah.
C.Karakteristik Rekam Medis Elektronik

Akses simultan dari berbagai tempat
Tampilan data dapat dilihat dari berbagai pendekatan
Data entry lebih terstruktur
System pendukung keputusan
Mempermudah analisis data
Mendukung pertukaran data secara elektronik dan pemanfaatan data secara bersama-sama ( data sharing )
Dapat bersifat multimedia



D.Undang - Undang yang Berhubungan dengan Rekam Kesehatan Elektronik

Undang - undang yang harus diperhatikan dalam rekam kesehatan elektronik adalah :

Permenkes 269 tahun 2008 pasal 13 ayat (1) huruf b tentang pemanfaatan rekam medis
Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 5, 6, 11 dan 16
Undang - Undang praktik kedokteran no 29 tahun 2004 pasal 46 UU dan 47 UU
Undang - Undang 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan
Undang - Undang 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi public
Kepmenkes 844 tahun 2006 tentang kodefikasi data

E. Manfaat Rekam Kesehatan Elektronik

Menurut Program Kreativitas Mahasiswa UI 2007 manfaat teknologi informasi dalam rekam kesehatan elektronik yang paling tinggi adalah mengurangi medical error dan meningkatkan keamanan pasien (patient safety). Salah satu peranan kecil teknologi informasi dalam tindakan pencegahan medical error, yakni dengan melakukan pengaturan rekam medis pada suatu sistem aplikasi manajemen rekam medis. Dengan adanya sistem aplikasi manajemen rekam medis, maka medical error dalam pengambilan keputusan oleh tenaga kesehatan dapat dikurangi karena setiap pengambilan keputusan akan berdasarkan rekam medis pasien yang telah ada.

F. Contoh Penggunaan Rekam Kesehatan Elektronik

Di RSUP Dr. Sardjito → Meskipun belum bisa dikategorikan rekam kesehatan elektronik tetapi sudah menggunakan database elektronik dan menyimpan data demografi dan morbiditas pasien, untuk tujuan rutin dan non rutin, penelitian serta klaim asuransi.

Di Kabupaten Purworejo → terdapat 27 puskesmas dan 20 diantaranya sudah menjalankan rekam kesehatan elektronik.

G. Kekuatan dan kelemahan Rekam Kesehatan Elektronik

Kekuatan RKE:
Memungkinkan akses informasi secara cepat dan mudah
Memungkinkan adanya copy cadangan(duplikat) informasi yang dapat diambil bila yang asli hilang atau rusak
Memproses transaksi dalam jumlah besar dan sulit secara cepat
Memungkinkan siap mengakses seara cepet untuk beragam sumber professional
Memungkinkan mengakses secara lebih canggih dan dapat melihat rancang yang sesuai dengan kehendak(customization).

Kelemahan RKE:

Kurang definisi yang jelas
Sulit memenuhi kebutuhan pengguna yang beragam
Kurangnya standarisasi
Adanya potensi ancaman terhadap provasi dan sekuritas
Biaya (Hatta, 2008)
Menurut Johan Harlan, Kelemahan RKE adalah
Membutuhkan investasi awal yang lebih besar daripada Rekam Medis kertas untuk:
Perangkat keras, Perangkat lunak, Biaya penunjang
Waktu yang harus disediakan oleh key persons & okter untuk mempelajari system dan merancangulang alur-kerja
Konversi Rekam Medis kertas ke Rekam Medis elektronik membutuhkan waktu, sumberdaya, tekad, dan kepemimpinan
Resiko kegagalan system computer
Masalah pemasukan(entry) data oleh dokter

H. Referensi
1. http://ranocenter.blogspot.com/2009/06/notulen-workshop-pemetaan-kebutuhan.html
2. http://rekammedisugm08.blogspot.com/2009/06/rekam-kesehatan-elektronik-rke-oleh.html
3. MIK (( Dick, Steen dan Detmer (eds.).1997.hlm.55), (halaman 73,117-120))

Kelompok :
Azis Rukmana (3405)
Emi Riastiti (3427)
Nurmita Utari (3439)

Selasa, 15 Desember 2009

Derajat Kesehatan di Indonesia

Melihat pendidikan kesehatan di Indonesia

Di Indonesia banyak masyarakat menganggap bahwa kesehatan itu tidak lebih penting dari pada harta benda,yang sulit untuk di dapat terutama para rakyat yang hidupnya serba kekurangan,mereka menganggap bahwa kalau sehat dapat sembuh dengan sendirinya sedangkan kalau harta benda tidak akan datang dengan sendirinya tanpa di cari,dan itu yang membuat pendidikan kesehatan di Indonesia semakin lama semakin terpuruk.
Banyak kasus kesehatan di Indonesia sekarang bisa dikategorikan sebagai bom waktu. Salah satunya mengenai masalah Pendidikan Kesehatan kurang diseriusi. Salah satu dari tiga pilar derajat kesehatan adalah perilaku sehat.
Timbulnya perilaku sehat, didasari pada pemahaman dalam pendidikan kesehatan yang berasal dari pendidikan. Jadi, tak mengherankan kalau banyak kasus kesehatan yang mencuat sekarang, bisa jadi disebabkan masih rendahnya pendidikan kesehatan yang diberikan pada masyarakat.
Sebuah komunitas bisa dikatakan sehat, apabila telah memenuhi tiga pilar derajat kesehatan. Ketiga pilar tersebut merupakan perilaku sehat, lingkungan sehat, serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.
Perilaku sehat merupakan pilar paling utama. Karena komponen tersebut ternyata sangat berpengaruh pada kedua pilar lainnya. Seperti seseorang dengan perilaku sehat, tentu akan menjaga lingkungannya tetap sehat juga. Dan juga dengan perilaku sehat, seseorang akan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada untuk memelihara kesehatannya.
Namun, pada kenyataannya, di Indonesia hal tersebut seperti bertolak belakang. Peran ilmu pendidikan kesehatan sepertinya tidak terlalu diperhatikan. Akibatnya banyak kasus kesehatan merebak akhir-akhir ini. Yang kalau ditelusuri, sebenarnya berawal dari kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kesehatan di sekitarnya. Yang didasarkan pada transfer pendidikan kesehatan mengenai hal ini yang dianggap kurang.
Kurang Terpadu
Hasil penelitian Universitas Sam Ratulangi pada warga Buyat Pante baru-baru ini menunjukkan, bahwa sekitar 72 persen orang di sana tidak mengerti tentang kesehatan lingkungan atau pernah diberitahukan mengenai hal ini. Hasil penelitian ini juga semakin menguatkan asumsi mengenai lemahnya kita menghadapi masalah ini.
Kekurangan ini kemudian makin bertambah parah, saat kita dihadapkan pada kenyataan mengenai sumber daya manusia yang ada. ”Hingga enam tahun terakhir tenaga penyuluh kesehatan yang tercipta hanya sekitar 240 orang. Dan kebanyakan technical assistant, bukan pemain di lapangan seperti yang diharapkan,” tambah Tri.
Selain masalah tersebut, yang paling fatal mengenai hal ini adalah masalah kurang berkesinambungannya program yang dijalankan. Padahal Pendidikan Kesehatan tidaklah bisa diberikan hanya sepotong-sepotong, atau hanya dalam satu waktu yang berbeda. Pemahaman yang baik didapat bila kita terus-menerus mendapatkan transformasi pengetahuan. Dengan cara yang berkesinambungan seperti itulah, banyak kasus kesehaan di negara lain bisa semakin diperkecil. ”Ini juga menunjukkan kurangnya visi preventif dari orang Indonesia,” ucap Tri lagi.

Derajat Kesehatan di Indonesia Masih Tertinggal

Meski beberapa indikator kesehatan terlihat membaik, derajat kesehatan di Indonesia dianggap tertinggal dari negara tetangga. Hal itu, menurut Asisten Ahli Menteri Kesehatan Dr Haspsara Habib Rachmat pada Dies Natalis Poltekes ke 3 di Jakarta, Selasa (17/7), akibat masih mahal dan belum efisiennya fasilitas kesehatan plus tenaga yang belum sesuai kebutuhan. Dia mengatakan angka kematian bayi turun dari 46 pada 1997 menjadi 30,8 per 1.000 kelahiran hidup pada 2006 (proyeksi Badan Pusat Statistik).
Demikian pula angka kematian ibu melahirkan yang turun dari 334 pada 1997 menjadi 262 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2005. Umur harapan hidup meningkat dari 41 tahun pada 1960 menjadi 69,4 tahun pada 2006. Prevalensi gizi kurang pada balita juga menurun dari 37,5 persen pada 1989 menjadi 23,6 persen pada 2006. Sementara di satu sisi, kata dia, deteksi dini beberapa penyakit yang seharusnya bisa dilakukan di tingkat paling bawah masih belum terwujud. 'Masalahnya memang karena ketidaksinkronan antara kebutuhan tenaga kesehatan dan program pendidikan,' tambah Direktur Poltekkes Departemen Kesehatan Heryati. Untuk itu menurut Heryati perlu peningkatan keterampilan tenaga kesehatan baik melalui pelatihan dan pendidikan. Lebih jauh, Hapsara yang juga konsultan senior Departemen Kesehatan menyatakan, secara bertahap, pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan terus dilakukan untuk pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, sangat terpencil, dan daerah perbatasan. 'Sejak 2005 hingga Juni 2007 telah ditempatkan 141 dokter spesialis, 7.091 dokter umum, 2.065 dokter gigi, dan 38.889 bidan,' ungkapnya. Dari jumlah tersebut, kata Hapsara, yang ditempatkan di daerah terpencil dan sangat terpencil sebanyak 7 dokter spesalis, 3.275 dokter umum, 903 dokter gigi, dan 17.356 bidan. 'Dengan meningkatnya pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan, maka kematian dan kecacatan akibat penyakit dapat ditekan,' jelasnya.

Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat dengan Membiasakan Mencuci Tangan Pakai Sabun

Dalam rangka pencapaian Indonesia Sehat 2010, pencanangan Program Aksi Nasional Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat di Indonesia dalam rangka Pembangunan Manusia Indonesia yang diserukan pada November 2005 masih membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Hal ini melihat masih tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu di Indonesia dibanding negara lain di ASEAN, misalnya Singapura, Brunai maupun Malaysia. Indonesia tertinggi diantara ketiganya.
Mencermati kondisi kesehatan masyarakat yang memang belum optimal ini serta mengemukanya berbagai masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia, seperti flu burung, dengue, malaria polio serta kasus gizi buruk. Serta adanya tuntutan dan kesepakatan global yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDG),
Salah satu kegiatan yang dipromosikan untuk dilakukan adalah gerakan cuci tangan pakai sabun, sebagai bagian dari pemasyarakatan PHBS. Cuci tangan pakai sabun adalah cara termudah dan efektif mencegah diare, salah satu penyakit yang menyumbang kematian balita di Indonesia, selain karena malnutrisi juga ISPA.
Tingginya angka kematian balita karena diare disebabkan oleh rendahnya akses masyarakat pada air bersih dan sanitasi, juga rendahnya tingkat pemahaman masyarakat atas higinitas. Salah satu cara cepat dan tepat untuk mencegah diare serta menyelamatkan nyawa anak-anak Indonesia adalah melalui cuci tangan pakai sabun dengan benar. Salah satu studi WHO menunjukkan bahwa praktik cuci tangan pakai sabun pada lima waktu tertentu bisa mengurangi prevalensi diarea sampai 40%. Cuci tangan pakai sabun juga membantu mencegah penyebaran penyakit lain, misalnya Typhoid dan Flu Burung.
Upaya advokasi yang melibatkan masyarakat serta pemerintah secara bersama diharapkan bisa membantu pemerintah RI menyuarakan pentingnya Cuci Tangan Pakai Sabun untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakatnya.

Derajat Kesehatan dan Status Gizi Masyarakat 4 Tahun Terakhir Membaik

Dalam empat tahun terakhir, derajat kesehatan dan status gizi masyarakat Indonesia telah semakin membaik. Hal ini ditandai dengan berhasil diturunkannya Angka Kematian Ibu dari 307 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, Angka Kematian Bayi dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 26,9 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, dan prevalensi gizi kurang 23,2% pada tahun 2003 menjadi 18,4% tahun 2007
Keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras kita semua termasuk jerih payah kader Posyandu di seluruh Indonesia yang tidak pernah mengenal lelah dan dengan sukarela menyumbangkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk upaya perbaikan gizi keluarga, imunisasi, kesehatan ibu anak dan keluarga berencana, penanggulangan diare dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat.
Hal itu disampaikan Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono ketika membuka Temu Kader Menuju Pemantapan Posyandu Tahun 2009 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta (29/5). Temu Kader Posyandu dihadiri 1.200 kader dari Sabang sampai Merauke ditandai penyematan pin secara simbolis kepada 7 kader sebagai penghagaan pemerintah atas upaya-upaya yang dilakukan para kader Posyandu. Tujuh kader tersebut merupakan perwakilan dari peserta yakni Lindawati (NAD), Atikah Bachtiar (Maluku Utara), Oni Mulyadi (Sulawesi Tengah), Weni Sumara Asih (DIY), Maria Slamet (NTB), Naomi (Papua Barat), dan Made Saidana (Bali).
Dihadapan para kader Posyandu, Ibu Negara mengingatkan kembali tujuh pesan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan dalam Pekan Kesehatan Nasional pada tanggal 18 Juni 2005 di Karanganyar, Jawa Tengah. Ketujuh pesan tersebut adalah aktifkan kembali Posyandu, periksakan ibu hamil minimal 4 kali selama masa kehamilan, berikan imunisasi lengkap kepada bayi, timbanglah bayi dan balita setiap bulan, berantaslah jentik nyamuk dengan 3 M plus, menjaga lingkungan agar tetap bersih, dan ikuti program Keluarga Berencana.
Lebih lanjut dikatakan, temu kader tingkat nasional ini merupakan forum yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja kader melalui berbagi pengalaman suka dan duka dalam mengelola Posyandu, sekaligus sebagai ajang untuk menumbuhkan motivasi dan semangat kebersamaan kader dalam rangka mendukung program pemerintah untuk kesejahteraan rakyat utamanya kelompok rentan yaitu ibu dan anak.
Ibu Negara mengajak para kader untuk tidak terlena dan merasa puas dengan hasil yang telah dicapai. Tantangan ke depan semakin kompleks dan semakin diperberat dengan krisis ekonomi dunia dan terjadinya pemanasan global, sehingga perlu diwaspadai dampak negatifnya bagi rakyat Indonesia, terutama masyarakat yang kurang beruntung.
Menurut ibu Negara, dengan jumlah Posyandu sebanyak 267 ribu yang tersebar di seluruh pelosok desa di tanah air dengan minimal 5 orang kader aktif, maka ada 1,2 juta kader. Oleh karena itu, para kader Posyandu yang sebagian besar perempuan dapat menggerakkan kaum ibu dan anak balitanya datang ke Posyandu guna mendapatkan pelayanan gizi dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang tersedia di Posyandu.
Keberhasilan Posyandu dalam program gizi dan imunisasi telah diakui bahkan dicontoh oleh negara-negara berkembang lain di dunia. Saya mengharapkan lanjutkan yang sudah baik, bahkan tingkatkan dengan berbagai kegiatan inovatif yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dan dengan memperhatikan kearifan lokal, tambah Ibu Negara.
Selain itu, tambah Hj. Ani Yudhoyono, adanya Desa Siaga merupakan pintu masuk untuk mengembangkan berbagai upaya terobosan dalam mempercepat terwujudnya masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Upayanya meliputi kesiagaan masyarakat menghadapi dan mengatasi bencana, kejadian luar biasa penyakit menular dan gizi buruk. Menyiapkan makanan tambahan bergizi menggunakan bahan pangan lokal yang murah dan tersedia, agar dapat dipraktekkan sendiri di rumah. Serta pemanfaatan tanah pekarangan untuk tanaman obat keluarga, sayuran, maupun ternak, yang hasilnya dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga, juga dijual untuk menambah penghasilan keluarga.
Dalam acara Temu Kader ini, diakhiri dialog dengan 4 orang kader dari Provinsi NTT, Yogyakarta, Papua, dan Jawa Tengah.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.


tugas Kelompok :
Ika Septiana Dewi
Agung Kurniawan
Putri Farastya R
Shantie Kautsar
Asep

Rabu, 02 Desember 2009

Home Care

Home care adalah penyediaan perawatan medis/non medis di rumah atau di tempat kediaman,untuk mendukung mempertahankan,memulihkan kesehatan atau untuk meminimalisir penyakit maupun ketidakmampuan.

Pelayanan home care mengutamakan penyediaan perawatan bagi terapi rehabilitasi.Pelayanan home care merupakan sebuah tambahan medis untuk perawatan penyakit akut atau darurat,yang mana menyampaikan rangkaian perawatan terhadap pasien di rumah.

Jumlah pasien yang dirawat di rumah didominasi oleh orang tua,bahkan yang masih belia menggunakan jasa tersebut.Home care bagi sejumlah orang dipandang sebagai kemampuan biaya dibandingkan dengan rawat inap di rumah sakit.

Home care ada sejak tahun 1965,yang mana ketika program perawatan medis dibangun dan diperbolehkan membayar ganti rugi bagi perawatan di rumah.

Definisi home care tersebut adalah dibutuhkannya perawatan dari petugas perawat,terapi fisik,atau speech therapy yang harus memiliki keahlian dalam penyediaan perawatan di bawah pengarahan secara tertulis oleh dokter dan rancangan perawatan dikediaman pasien secara sederhana,penyedian peralatan perawatan medis yang disediakan home care menjadi tugas dokter dan hal itu meliputi jadwal rutin kunjungan rumah.

Contoh : Seorang pasien yang dirawat di rumah yang menerima terapi oksigen mungkin saja seminggu dikunjungi 4kali sebagai permulaan oleh RN.Salah satu tujuan dari terapi tersebut adalah untuk membuat pasien atau keluarga menanggung tanggung jawab dari perawatan tersebut,adanya kunjungan oleh RN menjadi menurun sekali atau 2kali dalam seminggu.Dengan kata lain,jika pasien tinggal sendiri dan membutuhkan asisten dengan perawatan pribadi dari petugas perawat..Lagi pula RN dapat mengunjungi setiap hari untuk membantu perawatan pribadi.


Daftar pustaka : Abdelhak,Mervat.2001.Health Information:Management of a Strategic Resource Second Edition.


lisnawati